Sabtu, 05 April 2014

"Menciptakan Pengaruh Pangan Lokal Pada Ketahanan Pangan Nasional"

Pangan Lokal merupakan sumber energi utama kehidupan, bolehlah suatu bangsa mengalami kemajuan materi setinggi langit, tapi tanpa pangan yang mencukupi apalah artinya. Pangan memang bukan segalanya, tetapi segalanya tidak akan ada tanpa pangan
Pemenuhan pangan merupakan hak asasi setiap perut manusia yang terlahir di muka bumi. Pangan yang cukup akan jadi modal awal bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Indikator awal kesejahteraan suatu bangsa adalah dari ketahanan pangan yang tangguh bagi rakyatnya. Sebaliknya, pangan yang tidak tercukupi akan berdampak buruk sektor-sektor lainnya. Pendek kata, pangan merupakan harga mati yang harus tercukupi
Indonesia mempunyai modal itu, bahkan lebih dari hanya sekedar ketahanan pangan. Jika menilik dari potensi alam maka bukanlah mustahil Indonesia mencapai apa yang disebut kedaulatan pangan. Disaat Negara lain hanya mampu bertani pada musim-musim tertentu terutama Negara subtropis. Indonesia mampu bertani sepanjang tahun karena sinar matahari senantiasa bersinar. Seharusnya dengan itu bangsa ini mampu menghasilkan produk pangan yang mencukupi rakyatnya. Namun pada realitanya, berbagai komoditas pangan impor seolah mengalir tiada henti untuk menjajah produk lokal. Bahkan komoditas ubi kayu atau singkong yang notabenenya adalah tanaman yang sudah sangat merakyat dan mudah di budidayakan pun diimpor. Itulah kenyataan yang harus kita hadapi dan dicari solusi atas permasalahannya.
Mimpi kedaulatan pangan harus menghadapi tantangan utama yaitu pertambahan penduduk yang pesat. Tercatat saat ini Indonesia merupakan Negara dengan populasi penduduk terbanyak ke 5 di dunia setelah China, India, Amerika Serikat dan Rusia. Sebenarnya jika penyangga utama Negara yaitu pemerintah dan rakyat menyadari sepenuh hati arti penting kedaulatan pangan tentulah persoalan utama ini bisa diatasi. Tetapi permasalahan utama menjadi sulit diatas manakala kedua pihak tersebut hanya mempertimbangan untung-rugi pribadi/kelompok dengan menegasikan kemaslahatan bersama. Dengan pemahaman ini, banyak diantara mereka yang memilih jalur instan untuk menghasilkan bisnis pangan yang menguntungkan. Bahasa kasarnya yang penting saya senang dan untung, urusan orang lain itu nomor dua. Inilah pangkal persoalan mental membuat masalah yang mendera semakin rumit dan kompleks. Penyelesaian masalah bidang pertanian idealnya berangkat dari pandangan yang visioner. Melakukan revitalisasi bidang pertanian dan menempatkannya sebagai soko guru pembangunan negeri. Salah satu upayanya adalah melakukan proteksi terhadap produk lokal dari gempuran produk-produk impor. Ditengah upaya perwujudan sistem politis yang kondusif, pemberdayaan SDM lokal, pengembangan inovasi dan teknologi pun menjadi penting dilakukan .
Kedaulatan pangan berhadapan dengan tantangan yang nyata ketika menghadapi realita pertambahan penduduk yang sedemikian pesat. Hal ini menyebabkan alih upaya peningkatan produksi pangan dari ekstensifikasi menjadi intensifikasi. Di titik inilah arti penguasaan teknologi dan inovasi agar dapat memaksimalkan lahan yang telah ada. Patut di ketahui, Indonesia kehilangan Rp 125 Triliun/tahun untuk mengimpor pangan. Padahal, alokasi anggaran Negara Indonesia untuk bidang pertanian hanyalah sebesar Rp 16,42 Triliun. Ini tentunya membuka mata kita bahwa betapa impor pangan telah mengeruk dalam-dalam anggaran belanja Negara kita. Jika melihat kenyataan ini, mestinya pemerintah mau mengangkat martabat pertanian dengan cara mengalokasikan belanja negara untuk perbaikan teknologi budi daya, pasca panen dan pengolahan pangan hasil pertanian. Dengan begitu, secara bertahap ketergantungan pangan dapat diminimalisir sebagai usaha pembebasan bertahap dari penjajahan pangan yang sudah sedemikian menggurita.
Tetapi muncul kendala lainnya, paradigma yang telah terbangun di masyarakat bahwa pertanian merupakan sektor rendahan dari sudut pandang profesi. Maka masyarakat yang berkecimpung di bidangnya khususnya petani pangan merupakan kalangan menengah kebawah yang masih buta akan penggunaan teknologi dan inovasi mutakhir. Ditambah lagi kebanyakan dari masyarakat yang dimaksud adalah berpendidikan rendah dan masih kuat memegang tradisi nenek moyang membuatnya sulit untuk terbuka untuk menerima suatu hal yang baru termasuk adopsi teknologi dan inovasi.
Dengan begitu, kedaulatan pangan insya Allah akan terwujud dengan solusi terpadu dari semua sub sektor penopangnya. Kedaulatan pangan dikatakan akan sulit terwujud jika setiap sektor hanya bergerak secara masing-masing. Dari sisi sosial ekonomi bidang pertanian perlu di revitalisasi dan diangkat harkat martabatnya agar tak lagi di pandang sebelah mata. Dan yang terpenting adalah pembenahan mental para pelaku bidang pertanian agar tak lagi berpikiran materialistik belaka namun terketuk untuk berpihak pada kemaslahatan bersama.
Di lain sisi, pengembangan sains-tech dan aplikasi inovasi turut menunjang peningkatan produksi pangan di tengah tantangan pertambahan penduduk yang kian pesat dan tantangan global lainnya. Dengan demikian, bukan mustahil jika suatu saat Indonesia menjadi lumbung pangan dunia. Jayalah pertanian dan perikanan Indonesia !